SUKU SASAK Asal-usul etnis Sasak di Pulau Lombok dapat dilacak dari kata sasak itu sendiri. Sasak secara etimologi, menurut Goris S., berasal dari kata sah yang berarti “pergi” dan shaka yang berarti “leluhur”. Dengan begitu, sasak berarti “pergi ke tanah leluhur”. Dari etimologi ini diduga leluhur orang Sasak adalah orang Jawa; ini terbukti pula dari aksara Sasak yang oleh penduduk Lombok disebut “Jejawan”, yakni aksara Jawa, yang selengkapnya diresepsi oleh kesusastraan Sasak.
Suku Sasak adalah kelompok etnik mayoritas di Lombok. Populasi mereka kurang-lebih 90% dari keseluruhan penduduk Lombok. Kelompok-kelompok lain, seperti Bali, Sumbawa, Jawa, Arab, dan Cina, merupakan kelompok pendatang.
Selain beragamnya jumlah etnik, Pulau Lombok juga memiliki beragam budaya, bahasa, dan agama. Masing-masing kelompok berbicara berdasarkan bahasanya sendiri-sendiri. Orang Sasak, Bugis, dan Arab mayoritas beragama Islam; orang Bali beragama Hindu; dan orang-orang Cina beragama Kristen.
Berdasarkan kebiasaan keagamaan mereka, Sasak bisa dibagi ke dalam Waktu Lima dan Watu Telu. Waktu Lima ditandai dengan ketaatan yang tinggi terhadap ajaran agama Islam.
Sedangkan Watu Telu adalah waktu bagi mereka yang tetap memuja roh para leluhur, berbagai dewa, dan lain-lain dalam lokalitas mereka. Walau pun bagi orang Sasak yang mengaku sebagai Muslim. Dalam kehidupan sehari-hari mereka, adat cenderung memerankan peran dominan di kalangan komunitas Wetu Telu; dan dalam beberapa hal terdapat praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Walau mereka sangat menyadari bahwa aturan adat tertentu memang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memberi penghormatan pada leluhur dan roh nenek moyang, komunitasv Watu Telu memandang bahwa itu semua merupakan bagian dari tradisi keagamaan mereka. Watu Telu tidak menggariskan suatu batas yang jelas antara adat dan agama. Karenanya, adat sangat bercampur dengan agama.
Selain beragamnya jumlah etnik, Pulau Lombok juga memiliki beragam budaya, bahasa, dan agama. Masing-masing kelompok berbicara berdasarkan bahasanya sendiri-sendiri. Orang Sasak, Bugis, dan Arab mayoritas beragama Islam; orang Bali beragama Hindu; dan orang-orang Cina beragama Kristen.
Berdasarkan kebiasaan keagamaan mereka, Sasak bisa dibagi ke dalam Waktu Lima dan Watu Telu. Waktu Lima ditandai dengan ketaatan yang tinggi terhadap ajaran agama Islam.
Sedangkan Watu Telu adalah waktu bagi mereka yang tetap memuja roh para leluhur, berbagai dewa, dan lain-lain dalam lokalitas mereka. Walau pun bagi orang Sasak yang mengaku sebagai Muslim. Dalam kehidupan sehari-hari mereka, adat cenderung memerankan peran dominan di kalangan komunitas Wetu Telu; dan dalam beberapa hal terdapat praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Walau mereka sangat menyadari bahwa aturan adat tertentu memang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memberi penghormatan pada leluhur dan roh nenek moyang, komunitasv Watu Telu memandang bahwa itu semua merupakan bagian dari tradisi keagamaan mereka. Watu Telu tidak menggariskan suatu batas yang jelas antara adat dan agama. Karenanya, adat sangat bercampur dengan agama.
- Sejarah
Sejarah Lombok tidak lepas dari silih bergantinya penguasaan dan peperangan yang terjadi di dalamnya, baik konflik internal, yaitu peperangan antar kerajaan di Lombok, maupun eksternal, yaitu penguasaan dari kerajaan dari luar Pulau Lombok. Perkembangan era Hindu dan Buddha memunculkan beberapa kerajaan seperti Selaparang dan Bayan. Kerajaan-kerajaan tersebut ditundukkan oleh penguasaan Kerajaan Majapahit dari ekspedisi Gajah Mada pada abad XIII – XIV dan penguasaan Kerajaan Gel-Gel dari Bali pada abad VI.
Antara Jawa, Bali, dan Lombok memunyai beberapa kesamaan budaya, seperti dalam hal bahasa dan tulisan, yang jika ditelusuri asal-usulnya banyak berakar dari Hindu Jawa. Hal ini tidak lepas dari pengaruh penguasaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan bawahan di Lombok.
Sebelum kedatangan pengaruh asing ke Lombok, Boda merupakan kepercayaan asli orang Sasak. Orang Sasak pada waktu itu, yang menganut kepercayaan ini, menyebutnya Sasak Boda. Kendati ada kesamaan bunyi dengan Buddha, agama Boda tidak sama dengan Buddhisme. Orang Sasak tidak mengakui Sidharta Gautama atau Sang Buddha sebagai figur utama pemujaannya maupun terhadap ajaran pencerahannya. Agama Boda orang Sasak terutama ditandai oleh animisme dan panteisme. Pemujaan dan penyembahan roh-roh leluhur dan berbagai dewa lokal lainnya merupakan fokus utama dari praktik keagamaan Sasak-Boda.
Konversi orang Sasak ke dalam Islam sangat berkaitan erat dengan kenyataan adanya penaklukan dari kekuatan luar. Beberapa kekuatan asing yang menaklukan Lombok selama berabad-abad, sangat menentukan cara orang Sasak menyerap pengaruh-pengaruh luar tersebut.
Kerajaan Majapahit masuk ke Lombok dan memperkenalkan Hindu-Budhisme ke kalangan Sasak. Setelah Majapahit runtuh, pengaruh Islam mulai muncul dan pada saat itu juga mulai masuk ke daerah Lombok. Ketika itu Islam telah menyatu dengan ajaran sufisme Jawa yang penuh mistik. Orang-orang Makassar tiba di Lombok Timur pada abad ke-16 dan berhasil menguasa Selaparang, kerajaan kuno orang Sasak. Orang-orang dari Makassar bisa dikatakan berhasil menyebarkan Islam di Lombok, meski masih tetap tercampurkannya dengan kebudayaan lokal.
Kerajaan Bali dari Karangasem menduduki Lombok Barat sekitar abad ke-I7, dan kemudian mengonsolidasikan kekuasaannya terhadap seluruh Lombok setelah mengalahkan Kerajaan Makassar pada 1740. Pemerintahan Bali memperlihatkan kearifan dan toleransi yang besar terhadap orang Sasak dengan membiarkan mereka mengikuti agama mereka sendiri. Kendati demikian, di bawah pemerintahan Kerajaan Bali, kalangan bangsawan Sasak yang telah terislamisasi dan para pemimpin lainnya, seperti Tuan Guru, merasa tertekan dan bergabung bersama-sama untuk memimpin banyak pemberontakan kecil melawan Bali, kendati tidak berhasil.
Kekalahan ini mendorong beberapa bangsawan Sasak meminta campur tangan militer Belanda untuk mengusir Kerajaan Bali. Permintaan mereka itu memberikan peluang Belanda untuk masuk ke Lombok untuk memerangi dinasti Bali. Ketika akhirnya Belanda berhasil menaklukkan dan mengusir Bali dari Lombok. Alih-alih mengembalikan kekuasaan bangsawan Sasak terhadap Lombok, mereka menjadi penjajah baru terhadap Sasak. Belanda banyak mengambil tanah yang sebelumnya dikuasai oleh Kerajaan Bali, dan memberlakukan pajak tanah yang tinggi terhadap penduduk (Kraan, 1976).
Antara Jawa, Bali, dan Lombok memunyai beberapa kesamaan budaya, seperti dalam hal bahasa dan tulisan, yang jika ditelusuri asal-usulnya banyak berakar dari Hindu Jawa. Hal ini tidak lepas dari pengaruh penguasaan Majapahit yang kemungkinan mengirimkan anggota keluarganya untuk memerintah atau membangun kerajaan bawahan di Lombok.
Sebelum kedatangan pengaruh asing ke Lombok, Boda merupakan kepercayaan asli orang Sasak. Orang Sasak pada waktu itu, yang menganut kepercayaan ini, menyebutnya Sasak Boda. Kendati ada kesamaan bunyi dengan Buddha, agama Boda tidak sama dengan Buddhisme. Orang Sasak tidak mengakui Sidharta Gautama atau Sang Buddha sebagai figur utama pemujaannya maupun terhadap ajaran pencerahannya. Agama Boda orang Sasak terutama ditandai oleh animisme dan panteisme. Pemujaan dan penyembahan roh-roh leluhur dan berbagai dewa lokal lainnya merupakan fokus utama dari praktik keagamaan Sasak-Boda.
Konversi orang Sasak ke dalam Islam sangat berkaitan erat dengan kenyataan adanya penaklukan dari kekuatan luar. Beberapa kekuatan asing yang menaklukan Lombok selama berabad-abad, sangat menentukan cara orang Sasak menyerap pengaruh-pengaruh luar tersebut.
Kerajaan Majapahit masuk ke Lombok dan memperkenalkan Hindu-Budhisme ke kalangan Sasak. Setelah Majapahit runtuh, pengaruh Islam mulai muncul dan pada saat itu juga mulai masuk ke daerah Lombok. Ketika itu Islam telah menyatu dengan ajaran sufisme Jawa yang penuh mistik. Orang-orang Makassar tiba di Lombok Timur pada abad ke-16 dan berhasil menguasa Selaparang, kerajaan kuno orang Sasak. Orang-orang dari Makassar bisa dikatakan berhasil menyebarkan Islam di Lombok, meski masih tetap tercampurkannya dengan kebudayaan lokal.
Kerajaan Bali dari Karangasem menduduki Lombok Barat sekitar abad ke-I7, dan kemudian mengonsolidasikan kekuasaannya terhadap seluruh Lombok setelah mengalahkan Kerajaan Makassar pada 1740. Pemerintahan Bali memperlihatkan kearifan dan toleransi yang besar terhadap orang Sasak dengan membiarkan mereka mengikuti agama mereka sendiri. Kendati demikian, di bawah pemerintahan Kerajaan Bali, kalangan bangsawan Sasak yang telah terislamisasi dan para pemimpin lainnya, seperti Tuan Guru, merasa tertekan dan bergabung bersama-sama untuk memimpin banyak pemberontakan kecil melawan Bali, kendati tidak berhasil.
Kekalahan ini mendorong beberapa bangsawan Sasak meminta campur tangan militer Belanda untuk mengusir Kerajaan Bali. Permintaan mereka itu memberikan peluang Belanda untuk masuk ke Lombok untuk memerangi dinasti Bali. Ketika akhirnya Belanda berhasil menaklukkan dan mengusir Bali dari Lombok. Alih-alih mengembalikan kekuasaan bangsawan Sasak terhadap Lombok, mereka menjadi penjajah baru terhadap Sasak. Belanda banyak mengambil tanah yang sebelumnya dikuasai oleh Kerajaan Bali, dan memberlakukan pajak tanah yang tinggi terhadap penduduk (Kraan, 1976).
- Bahasa
Etnologi: ilmu tentang unsur atau masalah kebudayaan suku bangsa dan masyarakat penduduk suatu daerah di seluruh dunia secara komparatif dengan tujuan mendapat pengertian tentang sejarah dan proses evolusi serta penyebaran kebudayaan umat manusia di muka bumi. Etnolog: Adalah orang yang ahli etnologi.Bahasa Sasak, terutama aksaranya, sangat dekat dengan aksara Jawa dan Bali, sama-sama menggunakan sistem aksara Ha Na Ca Ra Ka. Tetapi secara pelafalan, bahasa Sasak lebih dekat dengan Bali. Menurut etnolog yang mengumpulkan semua bahasa di dunia, bahasa Sasak merupakan keluarga dari Austronesian Malayu-Polinesian, campuran Sunda-Sulawesi, dan Bali-Sasak.
- Perkampuangan Suku Sasak
Bila diperhatikan secara langsung, bahasa Sasak yang berkembang di Lombok ternyata sangat beragam, baik dialek maupun kosakatanya. Ini sangat unik dan bisa menunjukkan banyaknya pengaruh dalam perkembangannya. Secara umum, bahasa Sasak bisa diklasifikasikan ke dalam: Kuto-Kute (Lombok Utara), Ngeto-Ngete (Lombok Tenggara), Meno-Mene (Lombok Tengah), Ngeno-Ngene (Lombok Tengah), dan Mriak-Mriku (Lombok Selatan).
Perkampungan Orang Sasak
Rumah-rumah yang ada di Sasak sangat berbeda dengan orang-orang Bali. Di dataran, rumah orang Sasak cenderung luas dan melintang. Desa-desa di gunung terpencil tertata rapi dan mengikuti perencanaan yang pasti. Di bagian utara, tata ruang desa-desa pegunungan yang ideal terdiri atas dua baris rumah (bale), dengan sederet lumbung padi di satu sisi. Dan di antara rumah-rumah ada sederet balai bersisi terbuka (beruga) dibagun di atas enam tiang. Bagunan lain di desa adalah rumah besar (bale bele) milik para pejabat keagamaan, yang konon didiami arwah leluhur yang sakti. Semtara makam leluhur yang sebenarnya merupakan rumah-rumah kayu dan bambu kecil dibangun di atasnya.
Sebenarnya diberbagai bagian Indonesia, rumah Sasak tidak berjendela dan gelap. Digunakan terutama untuk memasak, tidur, dan penyimpanan pusaka masyarakat menghabiskan sangat sedikit waktu di dalam rumah sepanjang hari. Balai terbuka menyediakan panggung tempat duduk untuk kegiatan sehari-hari dan hubungan sosial. Balai juga digunakan untuk tidur dan untuk upacara: jenazah diletakan disini sebelum dipindahkan ke pekuburan.
Di desa-desa bagian selatan, panggung di bawah lumbung padi berperan sama dengan balai. Di bagian utara (tidak semua desa di utara memiliki lumbung padi). Ada empat jenis dasar lumbung dengan ukuran yang berbeda-beda. Yang paling besar biasanya milik orang kaya atau keturunan bangsawan. Semua, kecuali jenis lumbung padi kecil, memiliki panggung di bawah.
a. Lumbung Padi
Lumbung Padi Suku Sasak
lumbung padi menjadi ciri pembeda arsitektur suku Sasak. Bangunan itu dinaikan pada tiang-tiang dengan cara khas Austronesia dan memakai atap berbentuk “topi” yang tidak lazim, ditutup dengan ilalang. Empat tiang besar menyangga tiang balok melintang di bagian atas, tempat kerangka, atap penopang dengan kaso bambu bersandar.
Satu-satunya bukaan adalah sebuah lubang persegi kecil yang terletak tinggi di atas ujung sopi-sopi, yang merupakan tempat penyimpanan padi hasil panen. Piringan kayu yang besar (jelepreng) disusun di atas puncak tiang dasar untuk mencegah hewan pengerat mencapai tempat penyimpanan padi.
lumbung padi menjadi ciri pembeda arsitektur suku Sasak. Bangunan itu dinaikan pada tiang-tiang dengan cara khas Austronesia dan memakai atap berbentuk “topi” yang tidak lazim, ditutup dengan ilalang. Empat tiang besar menyangga tiang balok melintang di bagian atas, tempat kerangka, atap penopang dengan kaso bambu bersandar.
Satu-satunya bukaan adalah sebuah lubang persegi kecil yang terletak tinggi di atas ujung sopi-sopi, yang merupakan tempat penyimpanan padi hasil panen. Piringan kayu yang besar (jelepreng) disusun di atas puncak tiang dasar untuk mencegah hewan pengerat mencapai tempat penyimpanan padi.
Rumah Adat Suku Sasak
b. Rumah
Rumah orang Sasak, yang berdenah persegi, tidak lazim dibandingkan dengan bentuk arsitektur asli daerah lain. Dalam hal ini di dalamnya tidak disangga oleh tiang-tiang. Bubungan atap curam dengan atap jerami berketebalan kurang lebih 15 cm, menganjur ke dinding dasar yang menutup panggung setinggi sekitar satu meter setengah terbuat dari campuran lumpur, kotoran kerbau, dan jerami yang permukaannya halus dan dipelitur. Perlu tiga atau empat langkah untuk mencapai ke rumah bagian dalam (dalam bale) di atas panggung ini, yang ditutup dinding anyaman bambu, dan sering kali dilengkapi dengan daun pintu ganda yang diukir halus.
Anak laki-laki tidur di panggung di luar dalam bale; anak perempuan di dalamnya. Rumah bagian dalam berisi tungku di sisi sebelah kanan. Dengan rak untuk mengeringkan jagung di atasnya. Di sisi sebelah kiri dibagi untuk kamar tidur bagi para anggota rumah tangga, berisi sebuah rumah tidur dengan rak langit-langit untuk menyimpan benda-benda pusaka dan berharga di atasnya. Bagian ini merupakan tempat untuk melahirkan anak. Kayu bakar disipan di bagian belakang rumah, di bawah panggung.
Rumah orang Sasak, yang berdenah persegi, tidak lazim dibandingkan dengan bentuk arsitektur asli daerah lain. Dalam hal ini di dalamnya tidak disangga oleh tiang-tiang. Bubungan atap curam dengan atap jerami berketebalan kurang lebih 15 cm, menganjur ke dinding dasar yang menutup panggung setinggi sekitar satu meter setengah terbuat dari campuran lumpur, kotoran kerbau, dan jerami yang permukaannya halus dan dipelitur. Perlu tiga atau empat langkah untuk mencapai ke rumah bagian dalam (dalam bale) di atas panggung ini, yang ditutup dinding anyaman bambu, dan sering kali dilengkapi dengan daun pintu ganda yang diukir halus.
Anak laki-laki tidur di panggung di luar dalam bale; anak perempuan di dalamnya. Rumah bagian dalam berisi tungku di sisi sebelah kanan. Dengan rak untuk mengeringkan jagung di atasnya. Di sisi sebelah kiri dibagi untuk kamar tidur bagi para anggota rumah tangga, berisi sebuah rumah tidur dengan rak langit-langit untuk menyimpan benda-benda pusaka dan berharga di atasnya. Bagian ini merupakan tempat untuk melahirkan anak. Kayu bakar disipan di bagian belakang rumah, di bawah panggung.
Mesjida Suku Sasak
c. Masjid Wetu Telu
Sebanyak kurang lebih 28.000 orang Sasak taat pada bentuk sinkretis islam yang ditunjukan dalam Wetu Telu, yang menggabungkan hindu dan kepercayaan animisme asli. Masjid Wetu Telu sering dibangun dengan gaya asli dari kayu dan bambu, serta atap terbuat dari alang-alang atau sirap bambu. Dengan bentuk denah persegit empat dan atap piramid tumpang yang di sangga dengan empat tiang, apabila diperhatikan maka akan terlihat mirip dengan masjid lama Ternate dan Tidore.
- Kesenian Tradisional
Hingga saat ini di Lombok terdapat berbagai macam budaya daerah yang sudah berkembang dalam masyarakat sehingga jika dikelola secara profesional akan dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung di Lombok yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Berbagai atraksi budaya daerah ini antara lain:
Gendang Beleq
Disebut Gendang Beleq karena salah satu alatnya adalah gendang beleq (gendang besar). Orkestra ini terdiri atas dua buah gendang beleq yang disebut gendang mama (laki-laki) dan gendang nina(perempuan), berfungsi sebagai pembawa dinamika. Sebuah gendang kodeq (gendang kecil), dua buah reog sebagai pembawa melodi masing-masing reog mama, terdiri atas dua nada dan sebuah reog nina, sebuah perembak beleq yang berfungsi sebagai alat ritmis, delapan buah perembak kodeq. Perembak ini paling sedikit enam buah dan paling banyak sepuluh. Berfungsi sebagai alat ritmis, sebuah petuk sebagai alat ritmis, sebuah gong besar sebagai alat ritmis, sebuah gong penyentak, sebagai alat ritmis, sebuah gong oncer, sebagai alat ritmis, dan dua buah bendera maerah tau kuning yang disebut lelontek. Menurut cerita, gendang beleq ini dulu dimainkan kalau ada pesta-pesta kerajaan, sedang kalau ada perang berfungsi sebagai komandan perang, sedang copek sebagai prajuritnya. Kalau perlu datu (raja) ikut berperang, disini payung agung akan digunakan. Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara perakawinan. Gendang beleq dapat dimainkan sambil berjalan atau duduk. Komposisi waktu berjalan mempunyai aturan tertentu, berbeda dengan duduk yang tidak mempunyai aturan. pada waktu dimainkan pembawa gendang beleq akan memainkannya sambil menari, demikian juga pembawa petuk, copek dan lelontok.
Bau Nyale
Bau Nyale adalah sebuah peristiwa dan tradisi yang sangat melegenda dan mempunyai nilai sakral tinggi bagi suku Sasak. Tradisi ini diawali oleh kisah seorang Putri Raja Tonjang Baru yang sangat cantik yang dipanggil dengan Putri Mandalika. Karena kecantikannya itu para Putra Raja, memperebutkan untuk meminangnya. Jika salah satu Putra raja ditolak pinangannya maka akan menimbulkan peperangan. Sang Putri mengambil keputusan pada tanggal 20 bulan kesepuluh untuk menceburkan diri ke laut lepas. Dipercaya oleh masyarakat hingga kini bahwa Nyale adalah jelmaan dari Putri Mandalika. Nyale adalah sejenis binatang laut berkembang biak dengan bertelur, perkelaminan antara jantan dan betina. Upacara ini diadakan setahun sekali. Bagi masyarakat Sasak, Nyale dipergunakan untuk bermacam-macam keperluan seperti santapan (Emping Nyale), ditaburkan ke sawah untuk kesuburan padi, lauk pauk, obat kuat dan lainnya yang bersifat magis sesuai dengan keyakinan masing-masing.
Upacara Rebo Bontong
Upacara Rebo bontong dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.
Upacara Rebo bontong dimaksudkan untuk menolak bala (bencana/penyakit), dilaksanakan setiap tahun sekali tepat pada hari Rabu minggu terakhir bulan Safar. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak bahwa pada hari Rebo Bontong adalah merupakan puncak terjadi Bala (bencana/penyakit), sehingga sampai sekarang masih dipercaya untuk memulai suatu pekerjaan tidak diawali pada hari Rebo Bontong. Rebo Bontong ini mengandung arti Rebo dan Bontong yang berarti putus sehingga bila diberi awalan pe menjadi pemutus. Upacara Rebo Bontong ini sampai sekarang masih tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Kecamatan Pringgabaya.
Slober
Kesenian Slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok yang tergolong cukup tua, alat-alat musiknya sangat unik dan sederhana yng terbuat dari pelepah enau dengan panjang 1 jengkal dan lebar 3 cm. Kesenian slober didukung juga dengan peralatan yang lainnya yaitu gendang, petuq, rincik, gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil dari salah seorang warga desa Pengadangan kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama.
Kesenian Slober adalah salah satu jenis musik tradisional Lombok yang tergolong cukup tua, alat-alat musiknya sangat unik dan sederhana yng terbuat dari pelepah enau dengan panjang 1 jengkal dan lebar 3 cm. Kesenian slober didukung juga dengan peralatan yang lainnya yaitu gendang, petuq, rincik, gambus, seruling. Nama kesenian slober diambil dari salah seorang warga desa Pengadangan kecamatan Pringgasela yang bernama Amaq Asih alias Amaq Slober. Kesenian ini salah satu kesenian yang masih eksis sampai saat ini yang biasanya dimainkan pada setiap bulan purnama.
Lomba Memaos
Lomba Memaos atau membaca lontar yaitu lomba menceritakan hikayat kerajaan masa lampau, satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4 orang, satu orang sebagai pembaca, satu orang sebagai pejangga dan satu orang sebagai pendukung vokal. Tujuan pembacaan cerita ini untuk mengetahui kebudayaan masa lampau, dan menanamkan nilai-nilai budaya pada generasi penerus. Kesenian memaos ini diangkat kembali sebagai asset budaya daerah dan dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata khususnya wisata budaya.
Lomba Memaos atau membaca lontar yaitu lomba menceritakan hikayat kerajaan masa lampau, satu kelompok pepaos terdiri dari 3-4 orang, satu orang sebagai pembaca, satu orang sebagai pejangga dan satu orang sebagai pendukung vokal. Tujuan pembacaan cerita ini untuk mengetahui kebudayaan masa lampau, dan menanamkan nilai-nilai budaya pada generasi penerus. Kesenian memaos ini diangkat kembali sebagai asset budaya daerah dan dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata khususnya wisata budaya.
Periseian
Presean
Kesenian Bela diri ini sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri. Walaupun perkelahian cukup seru bahkan tak jarang terjadi cidera hingga mengucurkan darah didalam arena., tetapi diluar arena sebagai pepadu yang menjunjung tinggi sportifitas tidak ada dendam diantara mereka. Inilah pepadu Sasak. Festival Periseian diadakan setiap tahun di Kabupaten Lombok Timur dan diikuti oleh pepadu sepulau Lombok.
Kesenian Bela diri ini sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan di Lombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkat ke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini senjata yang dipakai berupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan, sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Kesenian ini tak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri. Walaupun perkelahian cukup seru bahkan tak jarang terjadi cidera hingga mengucurkan darah didalam arena., tetapi diluar arena sebagai pepadu yang menjunjung tinggi sportifitas tidak ada dendam diantara mereka. Inilah pepadu Sasak. Festival Periseian diadakan setiap tahun di Kabupaten Lombok Timur dan diikuti oleh pepadu sepulau Lombok.
Begasingan
Begasingan merupakan salah satu permainan yang mem-punyai unsur seni dan olah raga, merupakan permainan yang ter-golong cukup tua di masyarakat Sasak. Begasingan ini berasal dari dua suku kata yaitu Gang dan Sing yang artinya gang adalah lokasi lahadalah suara. Seni tradisional ini mencerminkan nuansa kemasyarakatan yang tetap berpegangan kepada petunjuk dan aturan yang berlaku ditempat permainan itu, nilai-nilai yang berkembang didalamnya selalu mengedepankan rasa saling menghormati dan rasa kebersamaan yang cukup kuat serta utuh dalam melaksanakan suatu tujuan dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang menjadi kebanggaan jati diri. Permainan ini biasanya dilakukan semua kelompok umur dan jumlah pemain tergantung kesepakatan kedua belah pihak di lapangan.
Begasingan merupakan salah satu permainan yang mem-punyai unsur seni dan olah raga, merupakan permainan yang ter-golong cukup tua di masyarakat Sasak. Begasingan ini berasal dari dua suku kata yaitu Gang dan Sing yang artinya gang adalah lokasi lahadalah suara. Seni tradisional ini mencerminkan nuansa kemasyarakatan yang tetap berpegangan kepada petunjuk dan aturan yang berlaku ditempat permainan itu, nilai-nilai yang berkembang didalamnya selalu mengedepankan rasa saling menghormati dan rasa kebersamaan yang cukup kuat serta utuh dalam melaksanakan suatu tujuan dan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang menjadi kebanggaan jati diri. Permainan ini biasanya dilakukan semua kelompok umur dan jumlah pemain tergantung kesepakatan kedua belah pihak di lapangan.
Bebubus Batu
Bebubus batu merupakan salah satu warisan budaya Sasak yang masih dilaksanakan didusun Batu Pandang kecamatan Swela. Bebubus batu berasal dari kata bubus yaitu sejenis ramuan obatan yang terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sedangkan batu adalah sebuah batu tempat untuk melaksanakan upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Prosesi acara ini dipimpin oleh Pemangku yang diiringi oleh kiyai, penghulu dan seluruh warga dengan menggunakan pakaian adat dan membawa Sesajen (dulang) serta ayam yang akan dipakai untuk melaksanakan upacara. Upacara Bebubus batu ini dilaksanakan setiap tahunnya yang dimaksudkan adalah untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta.
Bebubus batu merupakan salah satu warisan budaya Sasak yang masih dilaksanakan didusun Batu Pandang kecamatan Swela. Bebubus batu berasal dari kata bubus yaitu sejenis ramuan obatan yang terbuat dari beras dan dicampur dengan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan sedangkan batu adalah sebuah batu tempat untuk melaksanakan upacara yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Prosesi acara ini dipimpin oleh Pemangku yang diiringi oleh kiyai, penghulu dan seluruh warga dengan menggunakan pakaian adat dan membawa Sesajen (dulang) serta ayam yang akan dipakai untuk melaksanakan upacara. Upacara Bebubus batu ini dilaksanakan setiap tahunnya yang dimaksudkan adalah untuk meminta berkah kepada Sang Pencipta.
Tandang Mendet
Tari tandang Mendet /tarian Perang merupakan salah satu tarian yang ada sejak jaman kejayaan kerajaan Selaparang yang menggambarkan oleh keprajuritan atau peperangan. Tarian ini dimainkan oleh belasan orang yang berpakaian lengkap dengan membawa tombak, tameng, kelewang (pedang) dan diiringi dengan gendang beleq serta sair-sair yang menceritakan tentang keperkasaan dan perjuangan, tarian ini bisa ditemui di Sembalun.
Tari tandang Mendet /tarian Perang merupakan salah satu tarian yang ada sejak jaman kejayaan kerajaan Selaparang yang menggambarkan oleh keprajuritan atau peperangan. Tarian ini dimainkan oleh belasan orang yang berpakaian lengkap dengan membawa tombak, tameng, kelewang (pedang) dan diiringi dengan gendang beleq serta sair-sair yang menceritakan tentang keperkasaan dan perjuangan, tarian ini bisa ditemui di Sembalun.
Sabuk Belo
Sabuk Belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya. Sabuk Belo biasanya dikeluarkan pada saat peringatan Maulid Bleq bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Upacara pengeluaran Sabuk Bleq ini diawali dengan mengusung keliling kampung secara bersama-sama yang diiringi dengan tetabuhan Gendang Beleq yang dilanjutkan dengan praja mulud dan diakhiri dengan memberi makan kepada berbagai jenis makhluk. Menurut kepercayaan masyarakat setempat upacara ini dilakukan sebagai simbol ikatan persaudaraan, persahabatan, persatuan dan gotong royong serta rasa kasih sayang diantara makhluk yang merupakan ciptaan Allah.
Sumber
Sabuk Belo adalah sabuk yang panjangnya 25 meter dan merupakan warisan turun temurun masyarakat Lombok khususnya yang berada di Lenek Daya. Sabuk Belo biasanya dikeluarkan pada saat peringatan Maulid Bleq bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal tahun Hijriah. Upacara pengeluaran Sabuk Bleq ini diawali dengan mengusung keliling kampung secara bersama-sama yang diiringi dengan tetabuhan Gendang Beleq yang dilanjutkan dengan praja mulud dan diakhiri dengan memberi makan kepada berbagai jenis makhluk. Menurut kepercayaan masyarakat setempat upacara ini dilakukan sebagai simbol ikatan persaudaraan, persahabatan, persatuan dan gotong royong serta rasa kasih sayang diantara makhluk yang merupakan ciptaan Allah.
Sumber
0 komentar:
Post a Comment