Saturday, September 10, 2016

SUKU ARU

Suku Aru merupakan Suku bangsa yang mendiami wilayah kepulauan Aru di Maluku Tenggara.[1] Kepulauan yang dikaruniai kekayaan potensi sumber daya alam dan juga budaya ini terletak di Lepengan Sahul berdampingan dengan Papua dan Benua Australia, yang terdiri dari lima pulau besar dikelilingi oleh 182 pulau kecil dengan total luas 8.563 km2.[1]Sejarah[sunting | sunting sumber]Suku Aru sering dikaitkan berasal dari Pulau Eno-Karang. Secara sosial dan budaya Suku Aru termasuk rumpun Melanesia Pasifik dan terdiri dari 16 suku asli dan beberapa suku lainnya dari wilayah MalukuJawa, dan Tionghoa. Oleh karena itu, orang-orang Aru tidak jauh berbeda dengan mereka yang mendiami wilayah-wilayah di kepulauan Jawa,SumateraKalimantan dan kepulauan lainya yang juga merupakan rumpun Melanesia Pasifik, Suku Aru tercatat memiliki beberapa bahasa yang dijadikan sebagai alat komunikasi mereka; Bahasa BarakaiBatuleyKareyKobaKompaneLolaLarongManombaiMaririTarangan, dan Ujir.[2]mengenal-suku-aru
Keragamaman suku dan bahasa Aru beserta kekayaan sumber daya alamnya membuat wilayah kepulauan Aru sangat istimewa. Tercatat pada tahun 1600 orang-orang Tionghoatelah menginjakan kaki di Kepulauan Aru untuk berdagang. Orang Tionghoa dengan orang Aru kemudian membentuk sebuah komunitas masyarakat “Aru baru”. Perpaduan budaya yang baik dalam tatanan kehidupan sosial budaya, agama, ekonomi, dan pendidikan antara orang Aru asli dengan masyarakat pendatang kemudian terjalin.[2]
Suku aru memanen sagu
Kekayaan sumber daya alam di kepulauan Aru juga telah mengundang negara-negara lain untuk datang dan bahkan mencoba menguasainya.Belanda tercatat datang ke kepulauan Aru tahun 1623, kemudian Inggis pada tahun 1857.[2]

Bahasa : Orang Aru  memiliki 14 bahasa lokal sebagai alat komunikasi mereka. Ragam bahasa lokal tersebut diantaranya Barakai, Batuley, Doubel Language, Karey, Koba, Kompane, Lola, Larong, Manombai, Mariri Language, Tarangan Timur, Tarangan Barat, dan Ujir.Melalatoa melaporkan, Orang Aru memiliki 10 bahasa besar, salah satu diantaranya adalah bahasa Siwalima. Bahasa Siwalima adalah rumpun bahasa Maluku yang hingga sekarang memiliki empat dialeg.Jargaria terdiri dari dua kata yaitu : jar = Aru dan garia = pulau, tanah, kadang diartikan kehidupan. kata ini adalah bahasa tua masyarakat di Trangan Barat, atau Aru Selatan bagian Barat. jadi, Jargania artinya pulau Aru, tanah Aru atau kehidupan Aru. Wawancara dengan Bapak W. Barends, 20 september 2009, di tepa.


Sistem pengetahuan / teknologi : Akan terjadi degradasi mutu lingkungan akibat penggunaan teknologi dari pihak-pihak yang mau mencari keuntungan terhadap komunitas lokal Aru. Dalam kegiatan mengumpulkan teripang mereka tidak menggunakan alat apapun tetapi memanfaatkan pengetahuan lokal mengenai kehidupan teripang seperti habitat yang disukainya, bulan apa bereproduksi, pada cuaca bagaimana menampakkan diri dan sebagainya.Apabila hasil perolehan teripang melebihi kebutuhan untuk dikonsumsi sekeluarga, maka kelebihannya diawetkan dengan teknologi ramah lingkungan. Teripang hasil pengawetan dapat ditukar dengan kebutuhan rumah tangga yang lain. Dalam hal ini tradisi barter masih melekat dengan keseharian Suku Aru.


Organisasi sosial : Secara organisasi, ada pembagian tugas di antara masyarakat, laki – laki melakukan kegiatan yang bersifat di luar rumah dan bersifat keras seperti berburu, menyelam, dan berkebun; wanita akan melakukan kegiatan rumah tangga, seperti membuat kanji, memungut teripang di pantai berpasir, dan pengolahan teripang pasca panen; anak perempuan membantu kegiatan ibunya sebagai proses belajar; anak laki-laki mengamati kegiatan ayahnya sebagai proses belajar.

Sistem peralatan hidup : Senjata TradisionalSenjata tradisional yang terkenal di Maluku adalah Parang Salawaku. Panjang parang 90-100cm, sedangkan Salawaku (perisainya) dihiasi dengan motif motif yang melambangkan keberanian.Parang tersebut terbuat dari bahan besi yang keras dan ditempa oleh seorang pandai besi khusus. Tangkai parang terbuat dari kayu keras, seperti kayu besi atau kayu gupasa. Sedangkan Salawaku (perisainya) terbuat dari kayu yang keras pula. Selain untuk keperluan perang, parang salawaku dipakai pula dalam menarika tari Cakalele.
Parang Salawaku


Makanan khas orang Aru adalah sagu dan umbi-umbian.                                Rumah Adat suku aru Sistem mata pencaharian : Masyarakat di Kepulauan Aru (Maluku Tenggara) dikatakan sebagai masyarakat yang memiliki peradaban ekosentrisme, hal ini tercermin dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut sebagai mata pencaharian utamanya yang dibarengi dengan pengetahuan dan kearifan lokal tentang pengetahuan ekosistem pesisir dan kepulauan.

Sistem religi / kepercayaan : Dalam hubungannya dengan kepercayaan terhadap leluhur, masyarakat Aru msih sangat memegang kuat apa yang diajarkan leluhur pada mereka. Terutama hubungan manusia dengan alam, kepercayaan-kepercayaan yang mereka anut merupakan instrumen tangguh dalam menjaga keharmonisan hubungan manusia dengan alam.Kesenian : Tari CakaleleTari Cakalele merupakan seni tari perang khas Maluku yang biasanya ditampilkan untuk menyambut tamu agung atau dalam upacara adat, sehingga Tari Cakalele disebut sebagai tari kebesaran oleh masyarakat Maluku. Tari Cakalele biasanya dibawakan oleh 30 orang penari yang terdiri dari wanita dan laki-laki. Kostum penari laki-laki lebih dominan dengan warna kuning.
Sebagai tarian perang, tentu saja dalam membawakan Tari Cakalele penari membawa alat perang.Penari laki-laki biasanya membawa parang di tangan kanannya dan tameng di tangan kiri. Sedangkan untuk penari wanita, mereka mengenakan pakaian warna putih dengan membawa sapu tangan di kedua tangannya.
Alat musik yang mengiringi Tari Cakalele adalah alat musik tifa, drum, flute, keloko, fu, totoruga, toto buang, dan bia. Sebagai tarian kebesaran masyarakat Maluku, tari ini mengandung banyak makna. Diantaranya adalah pemakaian warna merah yang mengandung makna kepahlawanan dan keberanian masyarakat Maluku dalam menghadapi perang (melawan Belanda saat itu) untuk mempertahankan tanah dan negeri addat Maluku. Pemakaian parang dalam tari Cakalele melambangkan harga diri dan martabat masyarakat Maluku yang selalu di hati dan akan dijaga hingga mati. Serta tameng yang melambangkan protes masyarakat Maluku yang merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah.
Ketika Tari Cakalele ditampilkan, terkadang masyarakat Maluku percaya bahwa arwah leluhur masuk ke dalam raga para penari, dan kehadiran arwah leluhur tersebut biasanya hanya dapat diasakan oleh penduduk asli Maluku (Suku Alifuru, Suku Furu-Aru, Suku Buru, dan Suku Rana).

2 komentar:

  1. "yuhuuuu kabar gembira untuk kalian pecinta gadget...
    http://zapplerepair.com/iPhone-6-lcd-ada-bayangan-hitam-diganti-baru-juga-sama.html
    http://zapplerepair.com/iPhone-6S-masalah-lcd-display-kadang-mau-muncul-kadang-engga.html
    http://zapplerepair.com/perbedaan-antara-lcd-iPhone-original-sama-iPhone-lcd-ori-kaca-palsu.html"

    ReplyDelete
  2. sumber pengetahuan yang baik bagi anak bangsa yang mencintai negerinya seumur hidupnya

    ReplyDelete